Minggu, 19 Juli 2009

Agribisnis Gudang Kentang di Simpang Rawang


Berdagang hasil pertanian terkadang memperlihat suatu pola yang tidak lazim. Ada daerah yang menjadi sentra komoditi tertentu, tetapi daerah tidak mampu menjadi terkenal dalam memasarkan komoditi tersebut.

Akan tetapi ada daerah yang tidak begitu besar menghasilkan komoditi , namun mampu menjadi terkenal sebagai penghasil utama komoditi ini.
Lobak Brastagi adalah salah satu contoh dari fenomena ini. Di berbagai daerah pemasaran lobak, seperti Riau,Jambi, bahkan sampai ke Malaysia, semua orang hanya kenal dengan lobak Brastagi. Namun bila mendatangi langsung kabupaten , lobak brastagi tidak hanya berasal dari kabupaten itu. Lobak-lobak yang dipasarkan ini justru lebih banyak berasal dari luar daerah. Salah satu daerah pemasok Lobak Brastagi ini adalah dari kawasan Alahan Panjang, Kabupaten Solok, Bahkan dapat dikata, daerah ini merupakan pemasok utama Lobak Brastagi ini.
Fenomena yang sama tampaknya juga terjadi pada kentang. Semua orang pasti tahu bahwa Kabupaten Kerinci, Propinsi Jambi adalah penghasil kentang terbesar di wilayah Sumatera. Namun, Kerinci ternyata tidak satu-satunya menjadi pusat pemasaran kentang.

Banyak daerah lain yang kini terkenal sebagai tempat pemasaran kentang. Pada daerah-daerah ini , mereka hanya memiliki gudang-gudang penampung, tanpa memiliki satu batang pun kentang. Salah satu Gudang Kentang yang memiliki areal pemasaran cukup luas itu adalah Gudang Kentang di Simpang Rawang, Nagari Tabek , Kecamatan Pariangan, Kabupaten Tanah Datar. Gudang kentang milik H. Labay ini telah menjangkau wilayah pemasaran yang luas. Pemasaran kentangnya tidak hanya menyentuh berbagai kabubaten di Sumatera Barat , tetapi juga merambah ke berapa daerah di propinsi tetangga , seperti Bengkalis dan Dumai di Riau. Bahkan adapula yang sampai ke Jambi.

Menurut Nurlis, 43 th, istri H. Labay yang juga ikut mengendalikan usaha pemasaran kentang, kepada Tabloid Pertanian Suara AFTA yang menemuinya baru-baru ini menyebutkan, dengan areal pemasarannya yang cukup luas itu , total ya dalam satu minggu mencapai 15 ton atau 2- 3 truk perminggu. Jika dinilai dengan uang, dengan rata-rata harga penjualan sebanyak Rp 3.500 per kg maka penjualannya mencapai 50 juta lebih.

Akan tetapi , meski memiliki omset yang mencapai puluhan juta perminggu, keuntungan yang diperdapat juga tidak terlalu banyak. Rata-rata , dari setiap Kg kentang yang dijual , jelas Nurlis, keuntungan yang mereka perdapat sebesar Rp 100 - Rp 200 perkg . Itupun dengan resiko kerusakan pengangkutan kentang dari Kerinci ke Gudangnya mereka yang tanggung. “Untungnya juga tidak terlalu besar , kadang-kadang ada yang dibawah Rp 100 per kg,” tutur Ibu 13 orang anak ini kepada Tabloid Pertanian Suara AFTA.

Persortiran

Sama dengan berdagang komoditi hasil pertaniannya lain, Menuru Nurlis, berdagang kentang juga memiliki kualitas-kualitas tertentu. Ada tiga jenis kualitas yang ada dalam berdagang kentang. Kualitas pertama adalah kentang yang kecil-kecil seukuran buah duku. Kentang tipe ini biasa juga disebut dengan kentang rending. Kualitas kedua adalah kentang ukuran menengah. Kualitas ketiga baru kentang ukuran super. Kentang ini adalah kualitas kentang yang terbesa jauh diatas ukuran menengah.

Mengenai harga antara tiga tingkatan kualitas tersebut , jelas Nurlis, jelas berbeda diantara ketiga. Kentang yang ukuran super lebih mahal dengan kentang ukuran menengah. Namun kondisi yang berbeda bila membandingkah harga kentang ukuran Super dengan kentang rendang. Pada suatu ketika bisa saja kentang ukuran super lebih mahal, namun pada ketika lain, kentang rendang yang lebih mahal. Tergantung banyak permintaan terhadap kedua jenis kentang tersebut. “Pada bulan-bulan puasa sekarang ini, biasanya kentang rendang lebih mahal ketimbang kentang ukuran super,” ucapnya,

Disamping beragam kualitas, selera konsumen terhadap kentang juga memperlihatkan kecendrungan yang cukup unik. Seperti yang diungkapkan Nurlis, untuk memenuhi selera konsumen , para pedagang pengecer tak jarang memesan warna-warna tertentu terhadap kentang. Untuk memenuhi warna yang diinginkan itu, mereka harus menyepuhnya dengan tanah atau batu bata.

Karena itu juga, katanya, selain dari sisi ukuran, jenis kentang yang mereka pasarkan juga berbeda dari tampilan warna kulit luarnya. Ada yang berwarna berwarna agak kemerahan seperti batu bata. Untuk yang warna ini memang dicolok dengan batu bata. Ada yang kuning agak kehitaman karena dicolok dengan tanah. “Kalau pasar Pekan Baru lebih senang dengan warna merah,” ungkap Nurlis.

Semua itu, katanya, merupakan bentuk dari p pelayanan yang diberikan kepada konsumen. Mereka sengaja menyortir sesuai dengan kebutuhan konsumen. Ini juga bertujuan agar keuntungan yang didapat lebih besar. “ Kalau kita menyortir tentu keuntungan akan bertambah. Ini jug yang membedakan gudang kita dengan yang lain,” jelas Nurlis.

Bersaing dengan Jengkol.

Kendati kebutuhan terhadap Kentang ini hampir merata sepanjang tahun, akan tetapi menurut Nurlis, harga komoditi yang lebih banyak untuk kebutuhan rumah tangga, juga akan terpengaruh oleh ketersediaan kebutuhan sejenis lainnya. Salah satu pesaing kuat dari kentang, katanya, adalahj jengkol. Bila komoditi itu banjir, maka harga kentang langsung anjlok, tetapi bila jengkol tidak keluar, maka harga kentang juga melonjak.

Dia melihat, sebagai kebutuhan harga kentang terpengaruhi bila kondisi yang mempengaruhinya juga bergejolak. Karena itu, dalam mendatang kentang , mereka juga berpedoman dari ketersediaan jengkol ini. *****

Obrolan

Name :
Web URL :
Message :
:) :( :D :p :(( :)) :x